Selasa, 26 Juli 2016

Pendatang Haram (Imigran Gelap) berperilaku buruk dan di Luar batas, Pemerintah dituntut bertindak

Keberadaan ribuan imigran pencari suaka politik di Kota Medan kini mulai dikeluhkan karena sangat meresahkan penduduk medan terutama masyarakat sekitar tempat pengungsian.  Mereka kini sudah ada yang secara terbuka membuka usaha tanpa izin, mulai dari jualan makanan, usaha loundry hingga showroom.
Selain itu, para imigran yang berasal dari sejumlah negara berkonflik itu bebas mengendarai kendaraan tanpa SIM dan tidak memakai helm.
"Mereka sudah sampai mengakses bidang-bidang yang seharusnya tidak boleh mereka ambil. Misalnya mereka sudah mulai bekerja sebagai buruh, mereka membuka usaha dan lainnya," kata pengamat imigran Ruffinol Barus dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi A DPRD Medan bersama Imigrasi, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Dinas Kependudukan Kota Medan dan Aliansi Bumi Putra, Kamis (19/5), di gedung dewan.
Ruffinol memaparkan, hasil penelusuran pihaknya, para imigran ini juga kerap ditemukan masuk ke tempat hiburan malam.
"Itu kan tempat-tempat yang tidak boleh mereka akses. Imigran ini kan datang karena belas kasihan mengingat ada konflik kemanusiaan di negaranya. Di Medan kok malah masuk tempat hiburan malam," katanya.
Menurutnya, keberadaan imigran ini telah menimbulkan kesenjangan sosial. Padahal, ada warga Medan bekerja mencari uang dengan mengendarai sepeda ontel miliknya dari pagi cuma dapat Rp 15.000. Sedangkan pengungsi tinggal di tempat mewah. Uang Rp1,5 juta per bulan dari International Organization of Migration (IOM) dihabiskan untuk bersenang-senang.
"Mereka enak-enak nongkrong di Carrefour. Saya lihat itu karena kebetulan dekat rumah saya," katanya sambil menunjukkan gambar peristiwa yang dipaparkanya.
Perwakilan Aliansi Bumi Putera Anuar Bakti juga mengingatkan dan meminta pemerintah Kota Medan tegas. Keberadaan imigran menurutnya justru ancaman bagi kedaulatan negara.

"Mereka ini ibarat pohon. Kecil dapat dicabut, kalau sudah besar susah dicabut. Pemerintah harus benar-benar menaruh perhatian, karena kehadiran mereka saat ini tidak terkontrol," katanya.

Buntut dari peningkatan pengungsi tersebut, dapat menyebabkan masyarakat pribumi dapat menjadi tamu di negara sendiri.

"Saat ini aja, sudah ada pengungsi ilegal yang berasal dari 18 negara konflik tinggal di Medan. Kita melihat sudah terjadi pergeseran komposisi demografi. Kita terancam dikepung sejumlah etnis dan berakibat terasing di negara sendiri. Ini harus kita batasi untuk kepentingan anak cucu kelak," imbuhnya.

Pihak Imigrasi yang hadir mengakui persoalan yang disampaikan benar terjadi. Namun, pengaturan mengenai imigran gelap ini beum ada.

"Kami pun mengalami (melihat) sendiri. Pencari suaka ini sebenarnya bukan masalah imigrasi, tapi masalah bersama," kata Kakanim Kelas I Polonia Heriyanto.

Ia menjelaskan, sesuai konvensi Wina, Indonesia tidak dibenarkan menolak pengungsi bila sudah masuk ke Indonesia.

"Sejauh ini, memang Indonesia belum memiliki aturan terkait keberadaan pengungsi. Aturan tersebut masih tengah dibahas dan prakarsanya Menteri Luar Negeri," katanya.

Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan Lilik Bambang Lestari menyebutkan, keberadaan pengungsi di tempat penampungan telah diikat dengan aturan. Mereka tidak bisa bebas berkeliaran di atas pukul 22.00 WIB dan harus mengikuti aturan-aturan setempat. Imigran juga tidak kebal hukum.

"Mereka tidak kebal hukum. Aturan-aturan yang berlaku di Indonesia harus mereka taati. Namun, kita tidak dibenarkan untuk mendeportasi ke negara asalnya. Kalau itu dilakukan, kita akan dituntut hukum internasional," jelasnya.
Ketua Komisi A DPRD Medan Roby Barus mendorong Imigrasi untuk tidak memberi kesempatan kepada pengungsi ilegal semakin menumpuk di Kota Medan.

Perwakilan UNHCR Ardi Sofinar menjelaskan, per 31 Maret 2016, tercatat 1.964 imigran di Medan, 1.293 orang di antaranya sudah mendapatkan (berstatus) pengungsi, sedangkan 671 masih berstatus suaka.

Imigran tersebut berasal dari Afganistan, Somalia, Myanmar, Srilangka. Mereka ditempatkan pada 21 community house.

Imigran berstatus pengungsi ini masih menunggu ditempatkan ke negara tujuan atau secara sukarela kembali ke negaranya jika dianggap sudah aman.


Pemerintah dituntut untuk bertindak dan menertibkan para pendatang haram tersebut jika tidak Sumatera utara akan mengalami krisis moral dan kesenjangan sosial antara imigran dan penduduk asli.

Pemerintah harus segera mengambil tindakan dan solusi, diantaranya : pertama ke negara ke tiga dan kedua Kembali ke negara asal mereka secara sukarela. Karena tidak mungkin para pendatang haram tersebut menjadi warga negara indonesia yang belum diatur oleh undang-undang.

Indonesia harus berkaca dan belajar dari negara-negara eropa yang banyak menerima pengungsi, yang menyebabkan negaranya dilanda tindakan-tindakan kriminal dan aksi-aksi yang melanggar hukum dan nilai-nilai kemanusian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar