Kamis, 03 Maret 2016

Di Aceh Gereja tidak boleh Berdiri tapi IMB tak di Berikan.



Pimpinan Jemaat Aceh Gereja Kristen Protestan Pak Pak Dairi (GKPPD) desa Siompin, Aceh Singkil, Paiman Barutu meminta pemerintah untuk lebih transparan mengenai proses pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gereja di wilayah tersebut. 


"Kami masih bingung sampai sekarang mengapa gereja kami tidak mendapatkan IMB. Tak ada satupun pejabat pemda yang mampu menjelaskan," kata Paiman dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (3/3).

Padahal, kata Paiman, sesuai dengan Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pendirian Rumah Ibadah, jumlah jemaat dari Gereja GKPPD desa Siompin, Kecamatan Suro telah memadai, yakni 525 jiwa. Sementara, berdasarkan pergub tersebut syarat minimal pendirian rumah ibadah adalah ketika daftar nama dan KTP pemeluk agama mencapai minimal 150 jiwa.

"Kami sudah tanya menggenai pengajuan izin ke kepala desa, camat, kantor urusan agama dan forum kerukunan umat beragama pemda tapi tidak mendapatkan penjelasan yang transparan," katanya. "Mereka mengaku tidak tahu kenapa izin gereja kami tak kunjung turun."

Paiman mengatakan pengajuan izin untuk gereja GKPPD Siompin telah dilakukan sejak sepuluh tahun lalu. GKPPD sendiri juga telah berdiri sejak 1964, yang dibuktikan dengan adanya surat kepemilikan tanah dari kepala desa Siompin. Namun hingga kini, tidak ada satupun pihak pemerintah daerah yang bergerak memberikan IMB.

Akibat ketiadaan IMB tersebut, pemkab Aceh Singkil akhirnya memutuskan untuk membongkar gereja GKPPD pada 19 Oktober tahun lalu. Hal itu menindaklanjuti perjanjian pemerintah kabupaten Aceh Singkil pada 2015 lalu untuk membongkar gereja tanpa IMB. Pembongkaran tersebut dipenuhi isak tangis dari anggota jemaat yang mengaku telah bekerja keras untuk urunan membiayai pembangunan gereja.

Setelah dibongkar, Paiman menceritakan jemaat GKPPD lantas memilih beribadah di desa sebelah, yakni Desa Keras, Kabupaten Aceh Singkil. Namun, dua minggu lalu, jemaat mulai mendirikan tenda di atas gereja yang sudah dirobohkan.

"Terlalu banyak risiko bagi jemaat yang sudah tua dan anak-anak ke Desa Keras. Mereka pernah terjatuh dari kereta dan mobil untuk beribada sejauh 4 km setiap minggu ke desa tetangga," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Umum Forum Cinta Damai Aceh Singkil Lesdin Tumangger mengatakan akibat pendirian tenda tersebut, Kamis ini rombongan pejabat dan aparat penegak hukum Kabupaten Aceh Singkil mendatangi lokasi pembangunan tenda.
Rombongan itu terdiri dari Camat, Kapolsek Suro, babinkamtibnas, babinsa dan intel, katanya.

"Rombongan menemui jemaat GKPPD dan meminta agar tenda dibongkar," kata Lesdin kepada CNNIndonesia.com

Lebih jauh, Lesdin mengatakan jemaat GKPPD pun menyampaikan kepada rombongan kalau mereka minta diberikan perlindungan sesuai hukum yang berlaku untuk bisa beribadah dengan aman di rumah ibadah mereka.

"Namun permohonan tersebut direspon oleh Bupati Aceh Singkil yang mengatakan Pemkab akan segera membongkar tenda melalui Satpol PP," ujar Lesdin.

Atas respon tersebut, Lesdin mengatakan para jemaat meminta kepada pemerintah daerah untuk melakukan tindakan demi yang bisa menjamin dan melindungi hak warganya. "Hal itu termasuk memfasilitasi rumah ibadah."

Rukun Dengan Muslim

Paiman menegaskan latar belakang ketiadaan IMB bagi gereja GKPPD tidak dilatarbelakangi dari konflik antar agama di Desa Siompin.

"Hubungan harmonis antara Muslim dan Kristiani telah terjalin sejak 1980," ujarnya.

Dia menjelaskan para warga yang berbeda agama tersebut terbiasa untuk saling silaturahmi di saat perayaan hari raya masing-masing. Tak hanya itu, ketika ada salah satu warga yang menikah secara adat atau agama, warga dari kelompok agama lain tak urung untuk menyumbang biaya.

"Enggak ada tekanan warga semua hubungan di sini harmonis. Makanya kami heran soal IMB itu kenapa dipersulit," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar